KATA
PENGANTAR
Puji syukur ke
hadirat Allah SWT yang telah member taufik dan hidayah-Nya, serta kemampuan
untuk menyelesaikan makalah ini tepat waktunya. Shalawat dan salam kita ucapkan
untuk junjungan Nabi Muhammad saw. Yang telah mengantarkan umat manusia ke
jalan yang di ridhai Allah SWT.
Makalah ini
dipersiapkan untuk mata kuliah Sejarah Peradilan Islam dengan bobot 2 SKS.
Dengan materi berjudul “Hukum kewarisan : Pengertian, sumber, Asas, dan
hubungan dengan Hukum Waris Nasional”, maka dengan ini kami membahas beberapa
pokok pembahasan yang dianggap perlu.
Kami sadar bahwa
dalam penulisan ini masih sangat sederhana, namun harapan kami tidak mengurangi
bobot dan isi makalah ini. Penulisan makalah ini dapat diselesaikan atas usaha
keras penulis, juga berkat bantuan teman-teman untuk mengisi kekurangannya.
Pada kesempatan ini
kami menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus tulus-tulusnya kepada Dosen
pembimbing yang telah memberikan dukungan untuk penulisan makalah ini. Ucapan
terima kasih juga kami sampaikan kepada pihak yang terkait yang telah membantu
berupa ide, sumbangan ikiran, buku-buku rujukan, moril maupun materiil. Saran
maupun kritik yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Seluruh jasa baik
yang telah di berikan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini, langsung
maupun tidak langsung semoga mendapat balasan
kebaikan dari Allah SWT dan menjadi amal kebajikan di dunia dan di
akhirat. Amin ya Rabbal’alamin.
Penulis
BAB
II PEMBAHASAN
HUKUM
KEWARISAN
A. Pengertian Hukum Kewarisan
Kata
waris berasal dari bahasa arab miras. Bentuk jamaknya adalah mawaris, yang berarti harta peninggalan orang yang
telah meninggal yang akan di wariskan kepada ahli warisnya.
Ilmu
yang mempelajari warisan disebut dengan ilmu mawaris atau lebih dikenal engan
istilah faraid. Kata faraid merupakan bentuk jamak dari faridah, yang artikan oleh para ulama faradiyun semakna
dengan kata mafrudhah, yaitu bagian yang telah ditentukan kadarnya.[1]
Hukum
waris di atur didalam buku 11 kuh perdata. Jumlah pasal yang mengatur hukum
waris sebanyak 300 pasal, yang dimulai dari pasal 830 KUH perdata sampai dengan pasal 1130 KUH perdata.
Disamping itu hukum waris juga diatur didalam inpres nomor 1 tahun 1991.
Volmar
berpendapat bahwa “ hukum waris adalah perpindahan dari sebuah harta kekayaan
seutuhnya, jadi keseluruhan hak-hak dan wajib-wajib, dari orang yang mewariskan
kepada warisnya “ ( vollmar,1989:373). Pendapat ini hanya difokuskan kepada
pemindahan harta kekayaan dari pewaris kepada ahli waris.[2]
Hukum
kewarisan islam itu dapat di artikan dengan : seperangkat peraturan tetulis
berdasarkan wahyu allah dan sunnah nabi tentang hal ikhwal peralihan harta atau
berwujud harta dari yang telah mati kepada yang masih hidup, yang di akui dan
diyakini berlaku dan mengikat untuk semua yang beragama islam “. ( amir, 1990,
139 )[3]
B. Sumber Hukum Kewarisan
Hukum-hukum
pembagian waris bersumber pada:
1.
Al-Qur’an
Merupakan
sebagian besar sumber hukum waris yang banyak menjelaskan ketentuan- ketentuan
fard tiap-tiap ahli waris, sepertiyang tercantum dalam q.s an-nisa’
ayat 7, 11, 12, 176, dan surat-surat yang lain.
a.
Qs an-nisa’ ayat 7
ÉA%y`Ìh=Ïj9 Ò=ÅÁtR $£JÏiB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# tbqç/tø%F{$#ur Ïä!$|¡ÏiY=Ï9ur Ò=ÅÁtR $£JÏiB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# cqç/tø%F{$#ur $£JÏB ¨@s% çm÷ZÏB ÷rr& uèYx. 4
$Y7ÅÁtR $ZÊrãøÿ¨B ÇÐÈ
Artinya :” bagi orang laki-laki ada hak bagian dari
harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian
(pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak
menurut bahagian yang telah ditetapkan.”
b.
Qs. An- nisa’ ayat 8
#sÎ)ur u|Øym spyJó¡É)ø9$# (#qä9'ré& 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ßûüÅ6»|¡yJø9$#ur Nèdqè%ãö$$sù çm÷YÏiB (#qä9qè%ur óOçlm; Zwöqs% $]ùrã÷è¨B ÇÑÈ
Artinya : “dan
apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, Maka
berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka
Perkataan yang baik.
c.
Qs. An-nisa’ ayat 13
ù=Ï? ßrßãm «!$# 4
ÆtBur ÆìÏÜã ©!$# ¼ã&s!qßuur ã&ù#Åzôã ;M»¨Zy_ Ìôfs? `ÏB $ygÏFóss? ã»yg÷RF{$# úïÏ$Î#»yz $ygÏù 4
Ï9ºsur ãöqxÿø9$# ÞOÏàyèø9$# ÇÊÌÈ
Artinya :
(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa
taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam syurga
yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan
Itulah kemenangan yang besar.[4]
2.
Al-Hadist
a.
Seperti yang diriwayatkan oleh ibnu
abbas r.a. :
Artinya: “ berilah orang-orang yang mempunyai bagian
tetap sesuai dengan bagiannya masing-masing, sedangkan kelebihannya diberikan kepada asabah yang lebih dekat ,
yaitu orang laki-laki yang lebih utama. “ ( HR. bukhari- muslim )
b.
Hadist rasulullah dari huzail bin
syurahbil yang diriwayatkan oleh bukhari, Abbu daud, at-tirmidzi dan ibnu
majah. :
“
abu musa ditanya tentang pembagian harta warisan seorang anak perempuan, cucu
perempuan dari anak laki – laki dan sadara perempuan. Abu musa berkata : “
untuk anak perempuan seperdua dan saudara perempuan seperdua. Datanglah kepada
ibnu mas’ud, tentu dia akan mengatakan seperti itu pula. kemudian ditanyakan
kepada ibnu mas’ud dan dia menjawab : “ saya menetapkan atas dasar apa yang
telah ditetapkan oleh rasulullah , yaitu untuk anak perempuan seperdua dan
untuk melengkapi dua pertiga cucu seperenam , dan selebihnya adalah untuk
saudara perempuan. [5]
c.
Sebagian dari ijma’ para ahli, dan
beberapa masalah diambil dari ijtihad para sahabat.
Ijma’
dan ijtihad sahabat, imam mazhab, dan
para mujtahid dapat digunakan dalam pmecahan – pemecahan masalah maaris yang
belum dijelaskan oleh nash yang sharih.
Misalnya:
1)
Status saudara –saudarabersama – sama
dengan kakek.
Dalam Al- Qur’an
masalah ini tidak dijelaskan, kecuali dalam masalah kalalah. Akan tetapi,
menurut kebanyakan sahabat dari imam mazhab yang mengutip pendapat zaid bin
tsabit, saudara – saudara tersebt mendapat bagian waris secara muqasamah
bersama dengan kakek.
2)
Status cucu – cucu yang ayahnya lebih
dulu meninggal dari pada kakek yang bakal diwarisi dan yang mewarisi bersama –
sama dengan saudara – saudara ayahnya. Menurut ketentuan mereka, cucu –cucu
terseebut tidak mendapat bagian apa – apa karena terhijab oleh saudara ayahnya,
tetapi menurut kitab undang – undang hukum wasiat mesir yang mengistinbatkan
dari ijtihad para ulama muqaddimin, mereka diberi bagian berdasarkan wasiat
wajibah.[6]
C. Asas – Asas Hukum Kewarisan Islam
Hukum
kewarisan islam atau yang lazim disebut faraid dalam literature hukum
islam adalah salah satu bagian dari
keseluruhan hukum islam yang mengatur peralihan harta dari orang yang telah
meninggal kepada orang yangmasih hidup.
Sebagai
hukum agama yang bersumber kepada wahyu allah yang disampaikan oleh nabi
Muhammad SAW. Hukum kewarisan islam mengandung berbagai asas yang dalam
beberapa hal berlaku pula dalam hukum kewarisan
yang bersumber dari akal manusia.
Hukum kewarisan islam mempunyai corak tersendiri, berbeda dengan hukum
kewarisan yang lain. Hukum kewarisan
islam digali dari ayat hukum dalam al-qur’an, dan penjelasan tambahan yang
diberikan oleh nabi Muhammad SAW.
Ada lima azaz hukum
kewarisan islam :
·
Asas ijbari
Dalam
hukum islam peralihan harta dari orang yang telah meninggal kepada orang yang
masih hidup berlaku dengan sendirinya tanpa usaha dari orang yang akan
meninggal atau kehendak yang akan menerima.
Kata
ijbari secara leksikon mengandung arti paksaan, yaitu melakukan sesuatu diluar
kehendak sendiri. Dijalankannya asa ijbari dalam hukum kewarisan islam
mengandung arti bahwa peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal
kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut kehendak allah tanpa
tergantung kepada kehendak dari pewaris atau permintaan dari ahli warisnya.
Ijbari
dari segi pewaris mengandung arti bahwa sebelum meninggal ia tidak dapat
menolak peralihan harta tersebut. Apapun kemauan pewaris terhadap hartanya, maka
kemauannya itu dibatasi oleh ketentuan yang telah ditetapkan oleh allah, oleh
karena itu sebelum meninggal ia tidak perlu memikirkan atau merencanaan sesuatu
terhadap hartanya, karna dengan kematiannya itu secara otomatis hartanya
beralih kepada ahli warisnya, baik ahli waris itu suka atau tidak.
Adanya
asas ijbari dalam hukum kewarisan islam dapat dilihat dari beberapa segi:
a. Segi
peralihan
Maksudnya
adalah: bahwa harta orang yang telah mati itu beralih dengan sendirinya, bukan
di alihkan siapa-siapa kecuali oleh Allah SWT.
b. Segi
jumlah
Maksudnya adalah :
menurut terminology ilmu fiqih berarti sesuatu yang telah diwajibkan allah
kepada hambanya. Dengan kata lain berarti sudah ditentukan jumlahnya dan harus
dilakukan sedemikian rupa, secara mengikat dan memaksa.
c.
Segi penerima peralihan harta
Maksudnya adalah:
mereka yang berhak atas harta peninggalan itu sudah ditentukan secara pasti ,
sehingga tidak ada satu kekuasaan manusiapun dapat mengubahnya, dengan
memasukkan orang lain dan mengeluarkan orang yang berhak.
·
Asas bilateral
Maksudnya
adalah: harta warisan beralih kepada atau melalui dua arah. Asas bilateral ini
terdapat dalam firman ALLAH SWT.Q.S an-nisa’ ayat 7, 11, 12, dan 176.
Dalam
ayat 7 dijelasan bahwa seorang laki- laki berhak mendapat warisan dari pihak
ayahnya, dan juga dari pihak ibunya. Dan begitu juga perempuan, ia juga berhak
menerima warisan dari pihak ayah dan ibunya. Ayat ini merupakan dasar bagi
kwarisan bilateral itu.
·
Asas individual
Maksudnya
adalah: harta warisan dapat dibagi – bagi untuk dimilki secara perorangan.
Masing – masing ahli waris memilii bagiannya secara tersendri, tanpa terikat
dengan ahli waris yang lain.
·
Asas keadilan berimbang
Maksudnya
adalah: keseimbangan antara hak dan kewajiban dan keseimbangan antara yang
diperoleh dengan keperluan dan kegunaan. Dalilnya adalah Q.S an-nisa’ ayat 7.
·
Asas semata akibat kematian
Maksudnya
adalah: bahwa harta seseorang tidak dapat beralih kepada orang lain, dengan
nama waris selama yang mempunyai harta masih hidup juga berarti bahwa segala
bentuk peralihan harta seseorang yang masih hidup baik secara langsung maupun
terlaksana setelah dia mati, tidak trmasuk kedalam istilah kewarisan menurut
hukum islam. [7]
D.
Hubungan
dengan Hukum Waris Nasional
Di Indonesia belum ada
suatu kesatuan hukum tentang waris yang dapat diteapkan untuk seluruh warga
negaranya. Oleh karena itu hukum yang diterapkan bagi seluruh warga Negara
Indonesia masih berbeda-beda mengingat adanya penggolongan warga Negara.
1.
Bagi warga Negara golongan Indonesia
asli, pada prinsipnya berlaku hukum adat yang berlaku di masing – masing daerah
2.
Bagi warga Negara golongan Indonesia
asli yang bragama islam di berbagai daerah, belaku hukum islam yang sangat
berpengauh padanya
3.
Bagi orang arab pada umumnya, berlaku
hukum islam secara keseluruhan
4.
Bagi orang – orang tionghoa dan eropa, berlaku hukum warisan
dari bugerlijk wet boek[8]
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum
kewarisan islam adalah seperangkat peraturan tetulis berdasarkan wahyu allah
dan sunnah nabi tentang hal ikhwal peralihan harta atau berwujud harta dari
yang telah mati kepada yang masih hidup, yang di akui dan diyakini berlaku dan
mengikat untuk semua yang beragama islam “.
Dalam
melihat suatu masalah hokum, diantaranya yang kita bahas tidak lepas dari
Al-Quran dan Sunnah, bahkan dalam perkara waris atau faraid ini ijma’ ulama
juga mengatur tentang hal ini.
Ada lima azaz hukum
kewarisan islam :
·
Asas ijbari
·
Asas bilateral
Maksudnya
adalah: harta warisan beralih kepada atau melalui dua arah.
·
Asas individual
Maksudnya
adalah: harta warisan dapat dibagi – bagi untuk dimilki secara perorangan.
Masing – masing ahli waris memilii bagiannya secara tersendri, tanpa terikat
dengan ahli waris yang lain.
·
Asas keadilan berimbang
Maksudnya
adalah: keseimbangan antara hak dan kewajiban dan keseimbangan antara yang
diperoleh dengan keperluan dan kegunaan. Dalilnya adalah Q.S an-nisa’ ayat 7.
·
Asas semata akibat kematian
Maksudnya
adalah: bahwa harta seseorang tidak dapat beralih kepada orang lain, dengan
nama waris selama yang mempunyai harta masih hidup juga berarti bahwa segala
bentuk peralihan harta seseorang yang masih hidup baik secara langsung maupun
terlaksana setelah dia mati, tidak trmasuk kedalam istilah kewarisan menurut
hukum islam.
B. Saran
Semoga dengan
selesainya penulisan makalah kami, bisa menjadi nilai tambah bagi pembaca,
namun dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa makalah kami ini masih
banyak kekurangan baik dari segi isi maupun bahasanya. Berhubung kurangnya
sumber yang kami dapatkan dan masih terbatasnya ilmu yang kami miliki. Oleh
sebab itu kami mengharapkan saran dan kritikan yang membangundari teman-teman
khususnya dari Dosen pembimbing kami.
DAFTAR
PUSTAKA
[1] Dian Khairul
Umam, Fiqih Mawaris, (Bandung : Pustaka Setia, 2006). hal 39
[2] Salim,
Pengantar Hukum Perdata Tertulis. (Jakarta: Sinar Grafika, 2008). hal 137
[3] Amir
syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam. (Jakarta: Prenada Media, 2004). hal 6
[4] Ibid.
hal 10
[5] Hazairin, Hukum
Kewarisan Bilateral Menurut Quran dan hadis, (Jakarta: Tintamas, 1990),
hal. 10.
[6] Dian Khairul
Umam, Log Cit, hal. 15-16
[7] Amir syarifuddin.
Log Cit. hal. 16-28
[8] Dian Khairul
Umam, Log Cit, hal. 15-16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar