Sabtu, 17 Maret 2012

makalah fqh mawaris


KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah member taufik dan hidayah-Nya, serta kemampuan untuk menyelesaikan makalah ini tepat waktunya. Shalawat dan salam kita ucapkan untuk junjungan Nabi Muhammad saw. Yang telah mengantarkan umat manusia ke jalan yang di ridhai Allah SWT.
Makalah ini dipersiapkan untuk mata kuliah Sejarah Peradilan Islam dengan bobot 2 SKS. Dengan materi berjudul “Hukum kewarisan : Pengertian, sumber, Asas, dan hubungan dengan Hukum Waris Nasional”, maka dengan ini kami membahas beberapa pokok pembahasan yang dianggap perlu.
Kami sadar bahwa dalam penulisan ini masih sangat sederhana, namun harapan kami tidak mengurangi bobot dan isi makalah ini. Penulisan makalah ini dapat diselesaikan atas usaha keras penulis, juga berkat bantuan teman-teman untuk mengisi kekurangannya.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus tulus-tulusnya kepada Dosen pembimbing yang telah memberikan dukungan untuk penulisan makalah ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada pihak yang terkait yang telah membantu berupa ide, sumbangan ikiran, buku-buku rujukan, moril maupun materiil. Saran maupun kritik yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Seluruh jasa baik yang telah di berikan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini, langsung maupun tidak langsung semoga mendapat balasan  kebaikan dari Allah SWT dan menjadi amal kebajikan di dunia dan di akhirat. Amin ya Rabbal’alamin.
                                                                                                                                                              Penulis                                                

BAB II PEMBAHASAN
HUKUM KEWARISAN

A.    Pengertian Hukum Kewarisan
Kata waris berasal dari bahasa arab miras. Bentuk jamaknya adalah mawaris,  yang berarti harta peninggalan orang yang telah meninggal yang akan di wariskan kepada ahli warisnya.
Ilmu yang mempelajari warisan disebut dengan ilmu mawaris atau lebih dikenal engan istilah faraid. Kata faraid merupakan bentuk jamak dari faridah, yang  artikan oleh para ulama faradiyun semakna dengan kata mafrudhah, yaitu bagian yang telah ditentukan kadarnya.[1]
Hukum waris di atur didalam buku 11 kuh perdata. Jumlah pasal yang mengatur hukum waris sebanyak 300 pasal, yang dimulai dari pasal  830 KUH perdata sampai dengan pasal 1130 KUH perdata. Disamping itu hukum waris juga diatur didalam inpres nomor 1 tahun 1991.
Volmar berpendapat bahwa “ hukum waris adalah perpindahan dari sebuah harta kekayaan seutuhnya, jadi keseluruhan hak-hak dan wajib-wajib, dari orang yang mewariskan kepada warisnya “ ( vollmar,1989:373). Pendapat ini hanya difokuskan kepada pemindahan harta kekayaan dari pewaris kepada ahli waris.[2]
Hukum kewarisan islam itu dapat di artikan dengan : seperangkat peraturan tetulis berdasarkan wahyu allah dan sunnah nabi tentang hal ikhwal peralihan harta atau berwujud harta dari yang telah mati kepada yang masih hidup, yang di akui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua yang beragama islam “. ( amir, 1990, 139 )[3]


B.     Sumber Hukum Kewarisan
Hukum-hukum pembagian waris bersumber pada:
1.      Al-Qur’an
Merupakan sebagian besar sumber hukum waris yang banyak menjelaskan ketentuan- ketentuan fard tiap-tiap ahli waris, sepertiyang tercantum dalam q.s an-nisa’ ayat 7, 11, 12, 176, dan surat-surat yang lain.
a.      Qs an-nisa’ ayat 7
ÉA%y`Ìh=Ïj9 Ò=ŠÅÁtR $£JÏiB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# tbqç/tø%F{$#ur Ïä!$|¡ÏiY=Ï9ur Ò=ŠÅÁtR $£JÏiB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# šcqç/tø%F{$#ur $£JÏB ¨@s% çm÷ZÏB ÷rr& uŽèYx. 4 $Y7ŠÅÁtR $ZÊrãøÿ¨B ÇÐÈ 
Artinya :” bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.”

b.      Qs. An- nisa’ ayat 8
#sŒÎ)ur uŽ|Øym spyJó¡É)ø9$# (#qä9'ré& 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ßûüÅ6»|¡yJø9$#ur Nèdqè%ãö$$sù çm÷YÏiB (#qä9qè%ur óOçlm; Zwöqs% $]ùrã÷è¨B ÇÑÈ  
Artinya : “dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, Maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang baik.


c.       Qs. An-nisa’ ayat 13
šù=Ï? ߊrßãm «!$# 4 ÆtBur ÆìÏÜム©!$# ¼ã&s!qßuur ã&ù#Åzôム;M»¨Zy_ ̍ôfs? `ÏB $ygÏFóss? ㍻yg÷RF{$# šúïÏ$Î#»yz $ygŠÏù 4 šÏ9ºsŒur ãöqxÿø9$# ÞOŠÏàyèø9$# ÇÊÌÈ  
Artinya : (Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah kemenangan yang besar.[4]

2.      Al-Hadist
a.       Seperti yang diriwayatkan oleh ibnu abbas r.a. :
Artinya: “ berilah orang-orang yang mempunyai bagian tetap sesuai dengan bagiannya masing-masing, sedangkan kelebihannya  diberikan kepada asabah yang lebih dekat , yaitu orang laki-laki yang lebih utama. “ ( HR. bukhari- muslim )
b.      Hadist rasulullah dari huzail bin syurahbil yang diriwayatkan oleh bukhari, Abbu daud, at-tirmidzi dan ibnu majah. :
“ abu musa ditanya tentang pembagian harta warisan seorang anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki – laki dan sadara perempuan. Abu musa berkata : “ untuk anak perempuan seperdua dan saudara perempuan seperdua. Datanglah kepada ibnu mas’ud, tentu dia akan mengatakan seperti itu pula. kemudian ditanyakan kepada ibnu mas’ud dan dia menjawab : “ saya menetapkan atas dasar apa yang telah ditetapkan oleh rasulullah , yaitu untuk anak perempuan seperdua dan untuk melengkapi dua pertiga cucu seperenam , dan selebihnya adalah untuk saudara perempuan. [5]
c.       Sebagian dari ijma’ para ahli, dan beberapa masalah diambil dari ijtihad para sahabat.        
Ijma’ dan  ijtihad sahabat, imam mazhab, dan para mujtahid dapat digunakan dalam pmecahan – pemecahan masalah maaris yang belum dijelaskan oleh nash yang sharih.
Misalnya:
1)      Status saudara –saudarabersama – sama dengan kakek.
Dalam Al- Qur’an masalah ini tidak dijelaskan, kecuali dalam masalah kalalah. Akan tetapi, menurut kebanyakan sahabat dari imam mazhab yang mengutip pendapat zaid bin tsabit, saudara – saudara tersebt mendapat bagian waris secara muqasamah bersama dengan kakek.
2)      Status cucu – cucu yang ayahnya lebih dulu meninggal dari pada kakek yang bakal diwarisi dan yang mewarisi bersama – sama dengan saudara – saudara ayahnya. Menurut ketentuan mereka, cucu –cucu terseebut tidak mendapat bagian apa – apa karena terhijab oleh saudara ayahnya, tetapi menurut kitab undang – undang hukum wasiat mesir yang mengistinbatkan dari ijtihad para ulama muqaddimin, mereka diberi bagian berdasarkan wasiat wajibah.[6]


C.    Asas – Asas Hukum Kewarisan Islam
Hukum kewarisan islam atau yang lazim disebut faraid dalam literature hukum islam  adalah salah satu bagian dari keseluruhan hukum islam yang mengatur peralihan harta dari orang yang telah meninggal kepada orang yangmasih hidup.
Sebagai hukum agama yang bersumber kepada wahyu allah yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW. Hukum kewarisan islam mengandung berbagai asas yang dalam beberapa hal berlaku pula dalam hukum kewarisan  yang  bersumber dari akal manusia. Hukum kewarisan islam mempunyai corak tersendiri, berbeda dengan hukum kewarisan yang  lain. Hukum kewarisan islam digali dari ayat hukum dalam al-qur’an, dan penjelasan tambahan yang diberikan oleh nabi Muhammad SAW.
Ada lima azaz hukum kewarisan islam :
·         Asas ijbari
Dalam hukum islam peralihan harta dari orang yang telah meninggal kepada orang yang masih hidup berlaku dengan sendirinya tanpa usaha dari orang yang akan meninggal atau kehendak yang akan menerima.
Kata ijbari secara leksikon mengandung arti paksaan, yaitu melakukan sesuatu diluar kehendak sendiri. Dijalankannya asa ijbari dalam hukum kewarisan islam mengandung arti bahwa peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut kehendak allah tanpa tergantung kepada kehendak dari pewaris atau permintaan dari ahli warisnya.
Ijbari dari segi pewaris mengandung arti bahwa sebelum meninggal ia tidak dapat menolak peralihan harta tersebut. Apapun kemauan pewaris terhadap hartanya, maka kemauannya itu dibatasi oleh ketentuan yang telah ditetapkan oleh allah, oleh karena itu sebelum meninggal ia tidak perlu memikirkan atau merencanaan sesuatu terhadap hartanya, karna dengan kematiannya itu secara otomatis hartanya beralih kepada ahli warisnya, baik ahli waris itu suka atau tidak.
Adanya asas ijbari dalam hukum kewarisan islam dapat dilihat dari beberapa segi:
a.       Segi peralihan
Maksudnya adalah: bahwa harta orang yang telah mati itu beralih dengan sendirinya, bukan di alihkan siapa-siapa kecuali oleh Allah SWT.
b.      Segi jumlah
Maksudnya adalah : menurut terminology ilmu fiqih berarti sesuatu yang telah diwajibkan allah kepada hambanya. Dengan kata lain berarti sudah ditentukan jumlahnya dan harus dilakukan sedemikian rupa, secara mengikat dan memaksa.
c.       Segi penerima peralihan harta
Maksudnya adalah: mereka yang berhak atas harta peninggalan itu sudah ditentukan secara pasti , sehingga tidak ada satu kekuasaan manusiapun dapat mengubahnya, dengan memasukkan orang lain dan mengeluarkan orang yang berhak.
·         Asas bilateral
Maksudnya adalah: harta warisan beralih kepada atau melalui dua arah. Asas bilateral ini terdapat dalam firman ALLAH SWT.Q.S an-nisa’ ayat 7, 11, 12, dan 176.
Dalam ayat 7 dijelasan bahwa seorang laki- laki berhak mendapat warisan dari pihak ayahnya, dan juga dari pihak ibunya. Dan begitu juga perempuan, ia juga berhak menerima warisan dari pihak ayah dan ibunya. Ayat ini merupakan dasar bagi kwarisan bilateral itu.


·         Asas individual
Maksudnya adalah: harta warisan dapat dibagi – bagi untuk dimilki secara perorangan. Masing – masing ahli waris memilii bagiannya secara tersendri, tanpa terikat dengan ahli waris yang lain.
·         Asas keadilan berimbang
Maksudnya adalah: keseimbangan antara hak dan kewajiban dan keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan. Dalilnya adalah Q.S an-nisa’ ayat 7.
·         Asas semata akibat kematian
Maksudnya adalah: bahwa harta seseorang tidak dapat beralih kepada orang lain, dengan nama waris selama yang mempunyai harta masih hidup juga berarti bahwa segala bentuk peralihan harta seseorang yang masih hidup baik secara langsung maupun terlaksana setelah dia mati, tidak trmasuk kedalam istilah kewarisan menurut hukum islam. [7]

D.    Hubungan dengan Hukum Waris Nasional
Di Indonesia belum ada suatu kesatuan hukum tentang waris yang dapat diteapkan untuk seluruh warga negaranya. Oleh karena itu hukum yang diterapkan bagi seluruh warga Negara Indonesia masih berbeda-beda mengingat adanya penggolongan warga Negara.
1.      Bagi warga Negara golongan Indonesia asli, pada prinsipnya berlaku hukum adat yang berlaku di masing – masing daerah
2.      Bagi warga Negara golongan Indonesia asli yang bragama islam di berbagai daerah, belaku hukum islam yang sangat berpengauh padanya
3.      Bagi orang arab pada umumnya, berlaku hukum islam secara keseluruhan
4.      Bagi orang – orang  tionghoa dan eropa, berlaku hukum warisan dari bugerlijk wet boek[8]

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan
Hukum kewarisan islam adalah seperangkat peraturan tetulis berdasarkan wahyu allah dan sunnah nabi tentang hal ikhwal peralihan harta atau berwujud harta dari yang telah mati kepada yang masih hidup, yang di akui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua yang beragama islam “.
Dalam melihat suatu masalah hokum, diantaranya yang kita bahas tidak lepas dari Al-Quran dan Sunnah, bahkan dalam perkara waris atau faraid ini ijma’ ulama juga mengatur tentang hal ini.
Ada lima azaz hukum kewarisan islam :
·         Asas ijbari
·         Asas bilateral
Maksudnya adalah: harta warisan beralih kepada atau melalui dua arah.
·         Asas individual
Maksudnya adalah: harta warisan dapat dibagi – bagi untuk dimilki secara perorangan. Masing – masing ahli waris memilii bagiannya secara tersendri, tanpa terikat dengan ahli waris yang lain.
·         Asas keadilan berimbang
Maksudnya adalah: keseimbangan antara hak dan kewajiban dan keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan. Dalilnya adalah Q.S an-nisa’ ayat 7.
·         Asas semata akibat kematian
Maksudnya adalah: bahwa harta seseorang tidak dapat beralih kepada orang lain, dengan nama waris selama yang mempunyai harta masih hidup juga berarti bahwa segala bentuk peralihan harta seseorang yang masih hidup baik secara langsung maupun terlaksana setelah dia mati, tidak trmasuk kedalam istilah kewarisan menurut hukum islam.

B.     Saran
Semoga dengan selesainya penulisan makalah kami, bisa menjadi nilai tambah bagi pembaca, namun dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa makalah kami ini masih banyak kekurangan baik dari segi isi maupun bahasanya. Berhubung kurangnya sumber yang kami dapatkan dan masih terbatasnya ilmu yang kami miliki. Oleh sebab itu kami mengharapkan saran dan kritikan yang membangundari teman-teman khususnya dari Dosen pembimbing kami.



DAFTAR PUSTAKA



[1] Dian Khairul Umam, Fiqih Mawaris, (Bandung : Pustaka Setia, 2006).  hal 39
[2] Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis. (Jakarta: Sinar Grafika, 2008). hal 137
[3] Amir syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam. (Jakarta: Prenada Media, 2004). hal 6
[4] Ibid. hal 10

[5] Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Quran dan hadis, (Jakarta: Tintamas, 1990), hal. 10.
[6] Dian Khairul Umam, Log Cit, hal. 15-16
[7] Amir syarifuddin. Log Cit. hal. 16-28
[8] Dian Khairul Umam, Log Cit, hal. 15-16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar